Posted by Kitsune Warashi 0 Comments

“Fiuh… Menjijikan sekali Slime-slime tersebut.” Desahku…
Kuangkat wajahku dan kulihat sekelilingku. Ruangan apa ini? Apa ini Heart of Ifrit? Sebuah ruangan dengan simbol-simbol aneh terukir di tembok. Di depanku ada sebuah tahta dengan ukiran monster. Sekilas berbentuk seperti manusia, namun memiliki kaki besar dan bertanduk.
“Ini? Heart of Ifrit?” Tanyaku sendiri sambil mendekat ke tahta tersebut. Kucoba menyentuh ukiran tersebut, dan saat ku menyentuh ukiran tersebut, tahta itu memancarkan cahaya yang sangat silau. Aku melangkah mundur dan terjatuh.

“Who are you?”

Suara misterius menggema di ruangan kecil ini.

“Are you the one who need power?”

Bersamaan dengan suara tersebut, muncul seekor monster dengan bentuk yang mirip dengan ukiran di tahta tadi. Itu adalah… Ifrit!! Djinn of Flames! Tatapan tajamnya membuatku tak bisa bergerak. Tangan kananku menggenggam Damascus dengan erat. Keringat dingin mengucur deras. Apa aku harus mengalahkannya dengan pisau sekecil ini?? Aku berdiri dari tempatku terjatuh. Kuarahkan Damascus ke Ifrit. Aku berpikir, lebih baik kucoba daripada mati percuma.

Ku berlari kearah Ifrit dan kutusukan Pisauku ke perutnya.
“Heaa!!” Teriakku. Namun Ifrit menghindarinya dengan mudah. Ia menangkap leherku dan melemparku kearah tembok.
*Bhuar*
Aku terpelanting dan Damascus terlepas dari tanganku. Aku terbujur di lantai. Kucoba melihat kearah Ifrit. Ia berjalan ke arahku, apakah ini akhirnya? Aku harus mati di dunia yang tak kukenal. Aku ketakutan! Dadaku terasa panas. Ah… Panas! Apa yang terjadi! Apa ia membakarku?? Tidak. Panas ini… Membangkitkan tenagaku! Aku mencoba berdiri. Namun ia tak memberiku kesempatan. Ia menghembuskan nafasnya!

“Fire Breath!!” Jeritnya sambil meniupkan sesuatu dari mulutnya. Api menyembur kearahku! Aku berusaha menahannya dengan tanganku, sungguh perbuatan bodoh! Menahan api dengan tangan!! Pasti terasa panas! Hah? Kulihat tanganku. Aku tak merasakan panas apapun?! Dadaku kian panas, rasanya seperti mau terbakar, namun rasa panas ini membangkitkan adrenalinku. Tak disadari, diriku telah diselimuti oleh api, bukan hanya itu, rasa takut yang pertama memburuku kini menghilang, bahkan berubah menjadi keinginan untuk bertempur.

“Aku takkan mati disini bodoh!!” Kataku kepada Ifrit. Aku berlari kearah pisau Damascus yang tergeletak dilantai. Ia mengejarku, namun berhasil kuraih terlebih dahulu pisau tersebut. Ifrit mengayunkan lengannya yang besar tepat diatasku yang masih menunduk. Aku berusaha menahannya dengan kedua tanganku. Kekuatan yang sangat luar biasa dari Ifrit, aku terpelanting jauh. Namun herannya, aku masih menginginkan pertarungan. Tak ada rasa takut di kepalaku. Dadaku panas dan aku terus diselimuti oleh api. Aku tak perduli, malah aku senang, rasanya seperti mendapatkan sebuah kekuatan…

0 Responses so far.

Post a Comment