Posted by Kitsune Warashi 0 Comments

Di malam itu, aku bermimpi…

“Heed my call…”

“The world need your power…”

“You… And… I…”

“We… Will protect Midgard… From… Ragnarok…”

Aku terbangun. Jam dinding dikamar masih menunjukan pukul 2 pagi. Badanku penuh keringat dingin dan gemetar. Ada seseorang yang berbicara kepadaku. Apa maksud mimpi tersebut? Siapa dia? Apa itu… Ragnarok?
Keesokan harinya, aku memutuskan untuk menemui Chaos. Aku tak menemuinya sejak kejadian Ifrit. Aku menanyakan Titus lokasi Guild Rune Knight, ia memberitahuku bahwa Guild tersebut berada di North Valhalla. Aku pun berjalan kesana meninggalkan Shy dan Siu yang masih tertidur.

Sesampainya di North Valhalla, aku memasuki sebuah bar bernama Blue Crystal untuk mencari tahu dimana Guild Rune Knight itu. Aku bertanya kepada pemilik bar tersebut.

“Apa?! Kau mencari Guild Rune Knight? GYAHAHAHA…!” Katanya sambil tertawa.
“Hei nak. Untuk apa kau mencari sebuah perkumpulan yang tidak diterima kehadirannya di Guild Palace??” Kata seorang kakek mabuk di sampingku.
“Err.. Aku ingin menjadi seorang Rune Knight.” Kataku.
Mendadak seluruh bar tersebut menatapku, suasana menjadi hening dan tegang. Seorang Gunner di ujung ruangan mengarahkan rifflenya ke arahku.
“Kau ingin menjadi Rune Knight? Rune Knight adalah pekerjaan sampah. Lebih baik kau mengundurkan diri atau kau mati saja.” Katanya sambil meneguk segelas bir.
“Hei Oscar, hentikan. Apa kau mau membunuhnya?” Kata si pemilik bar.
“Cih, aku benci terhadap semua orang yang berhubungan dengan Rune Knight.” Sahut Oscar, Gunner yang mengarahkan pistolnya tadi. Rasanya ingin kupukul dia. Seenaknya saja mengarahkan pistolnya kepadaku. Ditengah rasa amarahku, mendadak dadaku menjadi panas.

*Deg*

Jantungku berdetak kencang. Kupegang dadaku dengan tanganku. Kulihat Tenjyo Gokkyu menyala seperti memberikan isyarat. Aku menundukan kepala. Mendadak mataku menyala merah. Adrenalinku meningkat, aku tak takut terhadap Gunner dan senjatanya lagi.
“Aku Tanya, dimana Guild Rune Knight?” Tanyaku setengah berteriak.
“Hoo, kau sudah memiliki keberanian?” Kata Oscar sambil bersiap menembakkan riffle nya.
“Nak, sadari posisimu. Lebih baik kau menye...” Kata kakek tadi, namun ucapannya terhenti ketika ia melihat mataku. Oscar menarik pelatuknya dan menembakku. Kuangkat kepalaku, kutatap peluru yang menuju kekepalaku. Saat itu juga tubuhku diselimuti oleh api, kugeser kepalaku sedikit dari posisi tadi secara refleks. Peluru itu melewatiku. Kuambil Damascus dari kantongku, aku berlari kearah Gunner tadi. Ia terus menembaki ku, mungkin karena kekuatan Tenjyo Gokkyu ini, aku mampu melihat arah pelurunya dan menghindarinya.

0 Responses so far.

Post a Comment